Tuesday, October 11, 2016

Wakil Ketua MPR Dengarkan Aspirasi Ibu-Ibu Majelis Taklim

HNW, Hadi Mulyadi dan perwakilan Majelis Taklim
JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menerima dan mendengarkan aspirasi yang disampaikan ibu-ibu Majelis Taklim dari Jakarta Selatan. Pertemuan berlangsung di Ruang Rapat Fraksi PKS DPR RI, Gedung Nusantara I, Lantai 3, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/10/2016).

Banyak aspirasi yang disampaikan ibu-ibu majelis taklim. Di antaranya dalam persoalan pemilihan gubernur DKI Jakarta, soal perlindungan anak, soal presiden Indonesia harus keturunan asli Indonesia, maraknya pekerja (buruh) dari Cina.

Menjawab pertanyaan dari ibu-ibu, Hidayat Nur Wahid mengatakan bahwa memilih calon gubernur sesuai dengan agamanya adalah hak asasi manusia. "Kalau seorang muslim memilih calon yang seagama (muslim) bukanlah SARA. Dan tidak melanggar hukum," kata Hidayat Nur Wahid.

"Yang tidak diperbolehkan adalah berbohong, fitnah, dan menyebarkan kebencian. Sebab, Islam memang tidak membolehkan berbohong, fitnah, dan menebarkan kebencian. Islam mengajarkan kebaikan," tambah Hidayat.

Karena itu Hidayat mengajak ibu-ibu majelis taklim untuk memaksimalkan potensi dalam memperjuangkan Islam. "Negara telah memberi ruang itu. Mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Ruang itu patut untuk dimaksimalkan," ujarnya.

Dalam soal perlindungan anak, Hidayat mengatakan bahwa negara (dalam hal ini presiden dan jajarannya) yang seharusnya memberi perlindungan anak. Tugas DPR adalah dalam bidang pengawasan dan legislasi. DPR bisa mempertanyakan kinerja kementerian terhadap perlindungan anak. "Kita juga usulkan UU tentang perlindungan anak. Perppu yang ada sekarang masih setengah-setengah dan tidak komprehensif. Kita usulkan perubahan UU tentang perlindungan anak," jelas Hidayat.

Tentang usulan bahwa presiden haruslah orang Indonesia asli, Hidayat mengatakan sejak dulu memang sudah ada masalah dengan pasal itu. Bahkan ketika UUD belum disahkan dalam pasal itu disebutkan presiden adalah orang Indonesia asli dan muslim. Tapi ketika UUD disahkan kata "muslim" hilang. Tidak diketahui bagaimana kata "muslim" itu bisa hilang.

"Pada periode saya dan Pak Amien Rais (sebagai Ketua MPR), syarat presiden adalah warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak menerima kewarganegaraan lain," ujarnya.

Hidayat tidak merisaukan adanya usulan untuk memasukan syarat orang Indonesia asli. "Polemik itu tidak perlu kita tonjolkan. Yang penting kita concern dengan keislaman kita dan menghadirkan kader (partai) yang unggul," ucapnya.

Sementara terhadap fenomena maraknya pekerja Cina di Indonesia, Hidayat menegaskan bahwa kebijakan bebas visa perlu ditinjau ulang dan dicabut karena bertentangan dengan prinsip resiprokal. "Mereka datang tanpa visa dan dimanfaatkan untuk bekerja. Mereka bebas visa ke Indonesia, sedangkan kita harus pakai visa ke Cina," ucapnya.

Sumber:
mpr.go.id
Selasa, 11 Oktober 2016
http://mpr.go.id/posts/wakil-ketua-mpr-dengarkan-aspirasi-ibu-ibu-majelis-taklim

No comments:

Post a Comment