Oleh: Danang Aziz Akbarona *)
Ada pihak-pihak yang mengembuskan opini (gerakan massa) aksi bela Islam sebagai tindakan intoleran, mengganggu kebinekaan, memecah belah persatuan, bahkan mengancam eksistensi Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Padahal sumber kegaduhan itu berangkat dari pernyataan dan sikap seorang pejabat publik yang dinilai telah menistakan Alquran, tidak peka terhadap keberagaman, acap kali bersikap sarkastis, agresif, dan ofensif.
Yang bersangkutan belakangan juga dinilai mendeskriditkan ulama oleh banyak pihak. Lalu, ketika timbul reaksi, mengapa ulama dan umat mayoritas yang sejatinya merupakan korban kegaduhan ini justru dituduh macam-macam?
Artikel singkat ini menjelaskan bagaimana sikap toleransi seharusnya dikembangkan dalam bingkai NKRI dengan merujuk pada konstruksi sistem hukum yang berlaku. Harapannya agar tidak ada pihak yang asal tuduh dan lempar batu sembunyi tangan.