Monday, June 5, 2017

F-PKS MPR Kembali Gelar "Sekolah Konstitusi"

Sekolah Konstitusi FPKS MPR RI
JAKARTA - Besok Selasa (6/6), Fraksi PKS MPR RI kembali mengadakan Sekolah Konstitusi yang keenam dengan menghadirkan dua pembicara dari kalangan pakar. Tema yang dibicarakan kali ini adalah "Quo Vadis Penegakan Hukum: Perspektif Konstitusi".

Adapun para pembicara yang akan hadir di Sekolah Konstitusi besok adalah Prof. Romli Atmasasmita (Guru Besar UNPAD) dan Dr. Margarito Kamis (Pakar Hukum Tata Negara)

Mereka akan berbicara dihadapan 100 orang peserta tetap yang terdiri atas anggota DPR RI, anggota DPD RI, Anggota DPRD Provinsi, Kota dan Kabupaten, Tenaga Ahli Anggota, Tenaga Ahli Fraksi, serta Utusan Bidang dan Badan DPP PKS. Tak lupa Sekolah Konstitusi kali ini mengundang juga kalangan ormas-ormas Islam.

Direktur Sekolah Konstitusi Dr Hermanto mengatakan bahwa pelaksanaan Sekolah Konstitusi mengangkat tema yang cukup menarik yaitu menyoroti masalah penegakan hukum di negara Indonesia.
"Fenomena yang terjadi saat ini adalah masyarakat beranggapan bahwa hukum di Indonesia itu‘tajam ke bawah tapi tumpul ke atas’. Hukum lebih berpihak pada kalangan atas dan berduit daripada berpihak pada rakyat jelata," paparnya.

Ditambahkannya, kasus hukum yang melibatkan pejabat dan kalangan berduit terkesan diulur-ulur bahkan dibela sehingga berujung pada vonis bebas. Sehingga ada istilah popular dikalangan masyarakat yaitu KUHP yang artinya ‘Kasih Uang Habis Perkara’. Nego putusan pun menjadi hal lumrah. Selama ada uang, pasal-pasal ‘pilihan’ bisa disiapkan sesuai kebutuhan. Sementara jika kasus hukum itu menimpa rakyat kecil dan tidak punya koneksi pejabat cenderung cepat vonisnya dan tanpa belas kasih dan abai terhadap aspek keadilan. Padahal boleh jadi kasus hukum yang menimpa rakyat kecil tersebut karena dorongan kebutuhan ekonomi dan kebutuhan dasar lainnya.

Selain itu kita juga menyoroti perilaku sewenang-wenang aparat penegak hukum dalam menangani kasus-kasus hukum yang melibatkan pejabat negara dan warga/tokoh masyarakat. Masih lekat dalam ingatan kita bagaimana pihak kepolisian melakukan pembelaan habis-habisan terhadap pejabat kepala daerah dari etnis tertentu, sementara pada saat yang sama melakukan kriminalisasi terhadap tokoh masyarakat dan tokoh agama. Bahkan, tercium aroma tidak sedap berupa rekayasa hukum terhadap tokoh tertentu yang sudah di-TO-kan. Jika tokoh yang sudah di-TO-kan berhasil dijerat melalui hukum hasil rekayasa, tak ada jaminan perlakuan baik dan perlindungan terhadap hak asasi mereka. Sehingga kita mendengar ada tokoh masyarakat yang langsung dijadikan tersangka tanpa tuntutan yang memadai. Kita juga mendengar tokoh agama yang ditahan yang kesulitan untuk sekedar melaksanakan ibadah sholat lima waktu. Belum lagi perlakuan tak layak terhadap tokoh ulama yang ditempatkan di sel penjara yang sempit, gelap tanpa penerangan dan lantainya berair. Alhasil, masyarakat bertanya-tanya dengan motto pihak kepolisian yang katanya ‘melindungi dan melayani’. [imn]

Sumber:
Fraksi PKS MPR RI


No comments:

Post a Comment