Monday, January 28, 2019

HNW: Mencetak Santri Mandiri dan Mampu Berkontribusi Pada Bangsa

HNW: Ponpes harus mencetak santri mandiri
LEBAK BANTEN - Saat menjadi pembicara utama dalam seminar pesantren nasional yang digelar Yayasan Pendidikan Islam Qudwatul Ummah, Kalanganyar, Lebak, Banten, 28 Januari 2019, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan seminar dengan tema "Peran Pesantren Dalam Pemberdayaan Masyarakat dan Mencetak Generasi Mandiri" merupakan acara yang menarik. Dikatakan menarik sebab kegiatan ini diselenggarakan di Banten yang merupakan wilayah yang memiliki nuansa keteladanan santri.

HNW menyebut Banten sebagai daerah yang perlu diteladani dalam soal kesantrian sebab dari wilayah ini muncul dua sosok besar ulama yang selalu dikenang. "Dua ulama itu adalah Syeh Nawawi Al Bantani dan Yusuf Makasari", tuturnya.

Disebutkan, Syeh Nawawi menulis berbagai buku, kitab; dan kitab itu hingga saat ini masih dijadikan rujukan. "Di Mesir kitab Syeh Nawawi menjadi kajian", ungkapnya. Terkait Yusuf Makasari, HNW mengatakan ia memang berasal dari Makasar namun dirinya mufthi, penasehat, Sultan Banten. "Nasehat Beliau yang menyebabkan Sultan antipenjajahan", ungkapnya. Dari sinilah membuat Yusuf Makasari diasingkan di Afrika Selatan oleh Belanda. "Meski diasingkan namun beliau menyebarkan Islam di sana", ujarnya. "Jadi Islam menyebar di Afrika Selatan bukan dari Arab namun dari Indonesia", tambahnya.

Mengingat dua ulama besar itu menurut pria yang juga menjadi Wakil Ketua Badan Wakaf Pondok Modern Gontor itu perlu dilakukan agar para santri dan pesantren tak inferior. Sebagai bangsa yang sudah sejajar dengan bangsa yang lain, menurut HNW peran ulama sangat besar. "Bangsa ini bisa merdeka juga karena berkat perjuangan ulama", tegasnya.

Sebagai lembaga yang hadir sebelum Indonesia ada, diungkap oleh HNW pesantren mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pada tahun 2003/2004, jumlah pesantren 14.656 namun pada tahun 2014/2015, jumlahnya meningkat menjadi 28.961. "Jumlah santri sekarang mencapai 3.962.000 orang", ujarnya.

Pesantren yang ada menurut HNW dikelola oleh organisasi-organisasi ummat Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dan lembaga atau yayasan ummat lainnya.

Diharapkan pesantren tak hanya mandiri bagi dirinya sendiri namun juga bisa berkontribusi bagi bangsa dan negara.

Meski pesantren tumbuh pesat di masyarakat namun HNW mengakui masih banyak pesantren yang keberadaannya masih mengenaskan baik prasarana dan sarananya maupun kesejahteraan pendidiknya. Untuk itu dalam soal anggaran pendidikan sebesar 20 persen, harus ada keadilan anggaran. "Soal anggaran pendidikan  tak boleh membedakan pendidikan umum dan agama", ujarnga. Bagi HNW, keadilan anggaran yang dimaksudkan bukan sama rata sama rasa namun harus proporsional. "Keadilan anggaran inilah yang perlu terus diupayakan", paparnya.

Dirinya mengharap agar pemerintah dengan sungguh-sungguh memperhatikan keberadaan pesantren sebab tugas lembaga ini mempunyai tujuan seperti yang diamanatkan oleh UUD NRI Tahun 1945. "Tujuan pendidikan yang diamanatkan oleh konstitusi adalah melahirkan manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa, dan memiliki akhlak mulia. Sosok-sosok seperti inilah yang menurut HNW ilmunya diajarkan di pesantren. "Sehingga pesantren adalah soko guru pendidikan di Indonesia", ujarnya.

Mencetak generasi seperti diamanatkan oleh UUD menurutnya merupakan hal yang penting apalagi menyambut masa bonus demografi. Dalam masa itu diharapkan sosok yang ada adalah sosok yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia. "Bukan sosok pengguna narkoba, LGBT, dan penganut free sex", tegasnya. Untuk itulah HNW mendorong pesantren agar tidak hanya memberi kunci kepada santri namun juga harus mengajarkan bagaimana menggunakan kunci itu dengan baik saat membuka lemari dan mengetahui isinya.

HNW optimis pesantren bisa mencetak generasi yang seperti diamanatkan oleh UUD. Lulusan pesantren selama ini diakui tak membebani masyarakat. "Sehingga tak ada pesantren yang gulung tikar", ucapnya. Peran pesantren seperti inilah yang membuat ummat menjadikan ulama, kiai, menjadi rujukan untuk meminta petunjuk. "Sosok-sosok itu ada di pesantren", ujarnya. Kepercayaan ummat inilah yang menjadi penyemangat dan pendorong pesantren dalam kiprahnya.

Agar kepercayaan masyarakat kepada kiai dan ulama yang menjadikannya sebagai rujukan tak salah maka HNW mendorong agar pesantren merealisasikan program dan agendanya.

Sumber: mpr.go.id

No comments:

Post a Comment