Hidayat Nur Wahid (kedua dari kanan) |
Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid dalam gelar acara ‘Halaqoh Nasional: Kontribusi Hukum Islam Dalam Pembangunan Hukum Nasional’ kerjasama MPR RI dengan Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Majelis Ulama Indonesia, di Gedung Nusantara V, Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Kamis ( 10/12 ).
Halaqoh, lanjut Hidayat adalah sebuah istilah yang sangat akrab pada kehidupan pesantren dan kehidupan Islam ahlu sunnah wal jamaah yang dalam artian yang seluas- luasnya, didalamnya pastilah ada NU, Muhammadiyah dan ada ormas-ormas Islam yang lainnya yang diakui di Indonesia.
Momen halaqoh sangat penting karena sekaligus menggabungkan antara beragam komitmen yang semuanya masih dalam bingkai Pancasila dan UUD. “Saya mengatakan begitu karena dalam Pancasila ada tiga peristiwa yang merupakan rangkaian tak terpisahkan dari kehdiupan beragama yakni Pancasila 1 juni, Pancasila 22 Juni 1945 dan Pancasila 18 Agustus 1945,” ungkapnya.
Pancasila, lanjut Hidayat, dalam semua periode prose pembentukan tersebut semuanya tetap menyebutkan adanya sila Ketuhanan. Pada Pancasila 1 Juni 1945 sila Ketuhanan ada pada sila kelima yakni sila Ketuhanan Yang Berkeadaban. Pancasila 22 Juni, Ketuhanan ada pada sila yang pertama yakni Ketuhanan dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi masing masing pemeluknya. Dan Pancasila 18 Agustus 1945 dengan sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ketiga-tiganya merupakan rangkaian yang berakhir pada tanggal 18 Agsutus 1945 yang berlaku sampai hari ini. Intinya adalah penegasan adanya hubungan tak terpisahkan antara kehidupan ke-Indonesiaana dengan keagamaan. Dalam konteks umat Islam adalah dalam konteks ke-Islaman.
Karena itu tidak aneh dalam UUD NRI Tahun 1945 baik sebelum perubahan maupun setelah perubahan, selalu Ketuhanan ini hadir sangat kuat. Bahkan pasal 29 ayat 1 tidak mengalami perubahan, yakni negara berdasarkan kepada Ketuahanan Yang Maha Esa. Pada pasal duanya juga tidak mengalami perubahan tentang kebebasan warga bangsa dalam menjalankan ajaran agamanya.
Setelah perubahan UUD 1945, penegasan-penegasan akan relasi UUD dengan kehidupan beragama semakin kokoh dan kuat lagi. Semakin kuat relasi antara kehidupan bernegara dan beragama dengan kehidupan berundang-undang dasar lebih jelas lagi di pasal 28 J. Ada positioning agama yang luar biasa kuat disana yang mengaskan bahwa pemberlakuan HAM melalui hukum atau UU yang berlaku di Indonesia termasuk juga merujuk dalam tanda kutip kepada agama yang diakui di Indonesia.
“Dalam halaqoh ini insya Allah bisa dibahas dan dikaji berbagai masalah umat dan bangsa serta bisa diselesaikan tanpa masalah. Selain itu bisa menyelesaikan berbagai kemunkaranan dengan cara-cara yang tidak munkar,” pungkasnya./der
Sumber:
mpr.go.id
Kamis, 10 Desember 2015
http://mpr.go.id/posts/hnw-relasi-sangat-kuat-antara-beragama-berbangsa-dan-bernegara
No comments:
Post a Comment