Irwan: Indeks Demokrasi tidak bisa disamakan |
"Kita sepakat Indeks Demokrasi harus ditingkatkan, tapi indikatornya harus mempertimbangkan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat," katanya saat membuka Rapat Koordinasi Pengaturan Pokja Demokrasi Indonesia (IDI) di Padang, Rabu.
Menurutnya masyarakat Sumbar bersifat egaliter dan telah mempraktikkan demokrasi sejak sebelum kemerdekaan. Hal itu diantaranya terlihat dari cara memilih wali nagari atau pimpinan di daerah setingkat desa yang menggunakan sistem pemilihan layaknya Pilkada.
Dalam praktik bermasyarakat nilai-nilai demokrasi juga sudah diterapkan seperti penolakan terhadap Lesbian Biseksual Gay dan Transgender.
Penolakan itu bukan keinginan pemerintah daerah tetapi representasi dari keinginan mayoritas masyarakat. Sejatinya, ini lah demokrasi. Tetapi dalam indikator yang digunakan untuk mengukur Indeks Demokrasi, hal ini malah dinilai tidak demokratis.
Kritik terhadap indikator itu juga dalam hal menetapkan peraturan daerah berkaitan dengan penggunaan jilbab di sekolah dan mewajibkan anak-anak mengaji.
Hal itu diakomodasi sebagai aturan oleh pemerintah karena menjadi keinginan mayoritas masyarakat. "Masa itu dinilai tidak demokratis?" ujarnya.
Irwan berharap kritik terhadap indikator penilaian itu menjadi perhatian oleh pemerintah pusat untuk menetapkan indikator yang baru.
Namun jika indikator itu tetap digeneralisasi seperti sebelumnya Pemprov Sumbar menurutnya juga tidak bisa berbuat apa-apa.
"Kalau begitu silahkan juga. Cuma Sumbar tidak akan merubah nilai-nilai yang dianut masyarakat agar mendapat nilai lebih tinggi," katanya.
Sementara itu Kepala Dinas Kesbangpol Sumbar Nazwir mengatakan rapat tersebut untuk menyamakan visi kelompok kerja (Pokja) Indeks Demokrasi yang berasal dari latar belakang berbeda.
"Kita berharap Pokja bisa bekerja maksimal dan hasilnya juga maksimal," katanya. (*)
Sumber:
https://sumbar.antaranews.com/berita/223941/gubernur-sumbar-indikator-indeks-demokrasi-tidak-bisa-digeneralisasi
No comments:
Post a Comment