Saturday, February 17, 2018

Taujih Kemenangan Presiden PKS Sambut Pilkada, Pemilu dan Pilpres

Pres. PKS M Sohibul Iman sampaikan Taujih Kemenangan

Taujih Kemenangan Presiden PKS Sambut Pilkada, Pemilu dan Pilpres

Oleh: Mohamad Sohibul Iman,Ph.D
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

[Disampaikan di acara Ngaji Budaya & Rembug Nasional Legislator PKS Se-Indonesia, Kamis 15 Februari 2018 @DI Yogyakarta]

Assalamulaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh,

Yang kita hormati dan kita taati Ketua dan Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Ustadz Habib Dr. Salim Segaf Al-Jufrie dan Ustadz Dr. Hidayat Nur Wahid.

Yth Sekjend, Bendum, Pimpinan Fraksi PKS DPR RI dan MPR RI, seluruh anggota DPR RI dan DPRD RI Seluruh Indonesia dan pengurus serta kader-kader PKS Yogyakarta.

Yang kita banggakan Ketua Panitia Bapak Sukamta yang juga Sekretaris Fraksi, tuan rumah acara Rembug Nasional Legislator PKS.

Rembug Nasional ini kita adakan karena antum semua para anggota legislatif seluruh Indonesia merupakan salah satu pilar yang sangat penting dalam meraih kemenangan politik PKS di event Pilkada Serentak 2018 pada bulan Juni 2018 nanti.

Pilkada serentak 2018 adalah pilkada terbesar jika dibandingkan pilkada serentak di tahun 2015 dan 2017 sebelumnya. Kenapa disebut sebagai pilkada terbesar? Karena pilkada serentak 2018 ini memiliki ‘magnitude’ yang luar biasa sehingga semua partai politik menjadikan seluruh perhatian dan sumber dayanya untuk memenangkan pertarungan di pilkada 2018 ini. Dengan melihat hasil yang kita peroleh di Pilkada 2018, kita akan bisa melihat gambaran capaian politik di tahun 2019

Di 2018, ada 171 pilkada. Kalau dari sisi jumlah daerah yang ikut memang lebih kecil dibanding 2015 yang diikuti 269 pilkada. Namun dari sisi jumlah pemilih, pilkada 2018 jauh lebih besar. Diperkirakan ada 160 juta pemilih atau sekitar 82 persen dari total pemilih nasional 2019. Jadi pilkada 2018 ini adalah steping stone atau batu loncatan politik dalam memenangkan pertarungan di event Pileg dan Pilpres 2019.

Selain dari sisi jumlah pemilih yang sangat besar, Pilkada 2018 memiliki magnitude yang luar biasa jika dilihat dari sisi waktu penyelenggaraan. Jarak antara pilkada serentak 2018 dengan Pileg dan Pilpres 2019 sangat berdekatan. Tidak sampai satu tahun. Sehingga, semua partai politik yang sukses memanaskan mesinnya di 2018 dan banyak memenangkan di pilada 2018, maka mesin itu akan terus panas dan bergerak melaju kencang tanpa interupsi hingga Pileg dan Pilpres 2019.

Dalam beberapa kali obrolan dengan para pimpinan partai politik lain, mereka sering menyebut pilkada 2018 itu bercita rasa Pilpres. Ini masuk akal.Karena jumlah pemilih di 2018 itu mencapai 82 persen pemilih nasional. Artinya hanya tersisa 18 persen. Jadi hasil 2018 sediki banyak akan mencerminkan hasil 82 persen dari pemilih nasional. Ini adalah ajang pengujian apakah mesin politik partai bisa bekerja efektif apa tidak. Jika mesin politik ini bekerja dengan sangat baik di 2018, maka mesin politik kita akan juga berjalan dengan sangat baik di 2019 nanti.

Selain itu kita juga berharap bahwa desain koalisi politik kita di 2019 mendatang, kita harap bisa SELARAS, SEJALAN, KOHEREN, dengan desain koalisi yang sudah kita bangun di pilkada 2018. Kita kemarin saat pilkada 2018 sudah membuat desain koalisi tiga partai (PKS-Gerindra-PAN). Politik ini punya rasionalitasnya. Tentunya desain koalisi di 2019 nanti juga berbasis rasionalitas politik koalisi yang sudah kita bangun sebelumnya.

Tahun 2019 adalah Pilpres pertama yang disatukan dengan Pileg dengan Threshold 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara nasional. Dengan ketentuan ini, maka tidak ada satu pun partai politik saat ini yang bisa mengusung Capres dan Cawapresnya sendiri. Semua harus berkoalisi. Apalagi PKS, tentu kita harus berkoalisi dengan partai-partai lain.

Karena Pileg dan Pilpres 2019 nanti disatukan, maka desain koalisi yang paling ideal adalah koalisi dua partai. Satu partai mengusung Capres, satu yang lain mengusung Cawapres. Dengan begitu, akan lahir apa yang disebut Coattail Effect, yaitu efek sampingan dari pengusungan Capres atau Cawapres terhadap perolehan kursi di Pileg 2019 nanti.

Jika kita memilih desain koalisi dua partai, maka PKS memiliki tiga skenario koalisi.

Skenario pertama adalah koalisi PKS-PDIP. Bagaimana? (huuuu…suara audiens menolak). Yaa, saya sudah tahu pasti responsnya begitu (Presiden PKS tertawa..). Tapi izinkan saya menyampaikan dulu kalkulasi rasionalnya dulu. Perkara kalkulasi emosional nanti kita singkirkan dulu sementara ya.

Skenario kedua adalah koalisi PKS-Golkar. (Huuu….respons hadirin tampak kurang setuju). Atau kita bisa ambil skenario ketiga yakni koalisi PKS bersama Gerindra. (Tepuk tangan meriah hadirin merespons skenario ketiga). InsyaAllah, suara antum semua langsung didengar oleh Ketua Majelis Syuro yang hadir di tengah-tengah kita.

Nah, sekarang bicara terkait tokoh. Siapakah tokoh yang paling potensial kita dukung menjadi mitra koalisi Capres/Cawapres? Kalau kita lihat sekarang masih tetap dua nama yang sudah muncul dan pasti akan maju, yakni Pak Jokowi dan Pak Prabowo. Memang ada muncul pendatang baru yakni AHY, kalau mujur jadi capres tapi mungkin target realistisnya hanya cawapres.

Dari kedua tokoh tersebut yakni Pak Jokowi dan Pak Prabowo kita bisa mengira-ngira dan memperhitungkannya. Kita sudah membaca dan mendengar bahwa banyak partai-partai yang sudah mendeklarasikan mendukung Pak Jokowi di 2019 nanti. Partai-partai itu antara lain ada Golkar, ada Nasdem, ada PPP, dan ada Hanura. Dan sekarang PDIP meskipun dengan agak malu-malu sudah menyiapkan siapa Cawapres yang tepat untuk Pak Jokowi.

Jadi sekarang sudah mengantri siapa-siapa yang akan jadi Cawapresnya Pak Jokowi. Menurut Harian Terbit sudah 17 nama Cawapres yang sudah antri menjadi Cawapres Pak Jokowi. Jadi kalau PKS mau masuk dalam bursa Cawapres Jokowi, maka kita akan masuk di posisi ke-18 (huuuuuu….respons hadirin menolak, Presiden PKS pun tertawa melihat responsnya). Tapi antum jangan pesimistis, siapa tahu Pak Jokowi meihat kader PKS potensial paling atas ( Hadirin tertawa dan Presiden PKS pun tersenyum).

Antum semua ini mudah sekali ketebak pilihannya. Dari pilihan mitra koalisi saja mudah ditebak maunya dengan partai mana? Sekarang pilihan tokohnya pun juga gampang ketebak maunya dengan siapa?! (riuh tepuk tangan dan hadirin pun tertawa mendengar respons Presiden PKS).

Jadi kita sekarang paling mungkin punya ruang pilihan baik untuk mitra koalisi partai dan siapa pilihan tokohnya, yakni ke Gerindra dan Pak Prabowo. Sebagai pilihan politik yang rasional, memang membangun koalisi bersama Gerindra dan Pak Prabowo adalah pilihan yang rasional. Apalagi kita memiliki komunikasi yang sangat baik dengan Gerindra dan Pak Prabowo. Tapi terkait keputusannya nanti seperti apa tetap berada di Majelis Syuro.

Desain koalisi kita yang sudah berjalan bisa kita lanjutkan. Apakah koalisi murni dua partai, PKS-Gerindra. Apakah diperluas dengan menambahkan PAN atau partai-partai lainnya. Realitasnya saat penentuan calon di pilkada 2018 kemarin ternyata realitas politik tidak linear. Ternyata ada beberapa di daerah, PKS sudah punya kedekatan dan menjalin hubungan yang intensif dengan beberapa partai pendukung pemerintah. Itu realitas politik yang kita hadapi saat ini. Tidak mudah menyeragamkan dengan desain koalisi yang ideal.

Selain itu ada dua faktor tendensi dari luar yang berpengaruh. Pertama, tendensi Istana. Sikap politik Istana ada kecenderungan tidak ingin mengulangi apa yang terjadi di DKI. Istana saat pilkada DKI terlalu vulgar memihak salah satu calon. Sehingga Istana mengubah strateginya untuk main dua kaki, dan mendekati koalisi kita. Bahkan seorang pengamat politik mengatakan kepada saya bahwa di beberapa daerah pilkada ini adalah pertarungan Joko versus Widodo. Jadi dua-duanya nanti ya tetap yang menang Jokowi.

Tendensi yang kedua adalah kecenderungan partai-partai pemerintah untuk mencari ‘pembersih’. Dan konon katanya ‘pembersih’ yang paling efektif untuk menghapus stigma negatif keumatan adalah PKS.

Dengan realitas lapangan kita dan kecenderungan eksternal seperti itu serta keinginan kita untuk membuat desain koalisi pilkada yang akan selaras dengan Pilpres 2019, kita ikhtiarkan seoptimal dan semaksimal mungkin dan hasilnya seperti yang sudah kita daftarkan ke KPUD, dimana ada yang kita bisa koalisi murni 2 partai PKS-Gerindra (Sumsel), yang 3 partai PKS-Gerindra-PAN ( Jabar, Kaltim dan Malut) dsb. Itulah koalisi hasil optimal ijtihad dan ikhtiar politik kita semua.

Hal ini saya sampaikan agar antum semua punya pemahaman yang utuh, komprehensif sehingga tidak mudah terpengaruh dengan isu-isu yang tidak jelas sumber dan kebenarannya. Dengan begitu, saya berharap tidak ada lagi yang bertanya-tanya kenapa di daerah A berkoalisi dengan ini, dan kenapa di daerah B berkoalisi dengan itu.

Saya tegaskan di hadapan antum semua, bahwa semua itu merupakan ijtihad politik paling optimal yang sudah dilakukan oleh qiyadah kita. Maka, tugas kita adalah memperjuangkan dan melaksanakan keputusan ijtihad optimal qiyadah hingga meraih kemenangan. Semoga kita meraih minimal kemenangan 60 persen dan 28 kader kita menang. Allahu Akbar!  (Hadirin menyambut dengan pekik takbir Allahu Akbar 3x).

Kenapa kita harus terus menerus memupuk kemenangan kedepan? Banyak faktor yang harus kita hadapai dan perbaiki. Kondisi politik kita semakin berat. Saat ini para pemilik modal ikut intervensi dalam event-event politik. Mereka turut ikut membiayai para kandidat untuk memuluskan kepentingan mereka. Para pemilik modal bukan hanya membiayai, bahkan ada yang langsung ikut serta menjadi aktor politik dan ada juga yang punya media. Ini lebih rumit lagi.

Kita menghadapi beberapa tantangan berat di politik kita saat ini. Pertama, derasnya arus liberalism dan masuknya para kapitalis dalam politik di negeri kita menjadikan politik kita semakin berbiaya mahal atau high cost politics. Sehingga hal ini menyebabkan orang-orang yang punya kapasitas dan integritas susah masuk dalam politik yang berbiaya mahal.

Yang kedua, oligarki politik yakni sekelompok pemodal yang membiayai partai politik sehingga elit politik pun akhirnya dikendalikan para pemilik modal. Oligarki ini bisa terjadi di dalam partai politik atau intra partai, atau oligarki antar partai politik atau antar partai. Ini berbahaya. Kalau oligarki ini terus membesar maka akan mereka ini akan bergerak seperti mafia, yang sulit sekali dilawan.

Yang ketiga adalah inter-locking politics yakni politik saling mengunci. Politisi yang dibiayai oleh pengusaha dikunci oleh kepentingan pengusaha itu. Kalau politisi tersebut tidak bisa memperjuangkan kepentingan pemilik modal maka dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Yang keempat adalah poltik involutif artinya politik kita berputar-putar di situ saja tidak mengalami kemajuan. Saya yakin antum semua yang sudah menjadi anggota DPR RI atau DPRD RI yang sudah dua periode ke atas merasakan politik involutif ini. Politik kita semakin hingar bingar namun kesejahteraan rakyat tercecer di belakang. Ini sangat mencemaskan bagi kita semua.

Bagaimana kita di 2045 nanti diharapkan menjadi negara maju menjadi tiga besar dunia kalau kondisinya seperti saat ini. Negara lain ketika mendapatkan bonus demografi pertumbuhan ekonominya di atas 7 persen. Sedangkan kita sudah masuk bonus demografi sejak tahun 2012 hingga sekarang pertumbuhan ekonominya bantet di angka 5 persen.

Korea Selatan tumbuh diatas 7 persen lebih ketika dapat bonus demografi. Jepang juga sama tumbuh 7 persen. Bahkan China bisa tumbuh di atas 10 persen. Kita hanya mampu tumbuh 5 persen. Ini karena politik kita masih mengidap empat masalah tersebut di atas. Karena itu kedepan kita harus bisa membereskan semua masalah itu. Oleh karena itu mari kita perbanyak kemenangan sehingga kita bisa menjadi bagian yang dapat melakukan perubahan di negeri ini.

Tiga hal yang perlu kita lakukan kedepan untuk membereskan berbagai permasalahan politik kita saat ini.

Pertama yaitu Institusionalisasi Demokrasi. Mari kita perkuat sisi lain dari demokrasi selain kebebasan maka kita hrus perkuat penegakan hukum dan etika. Sejatinya hukum dan etika inilah yang merupakan institusi sesungguhnya karena itu merupakan aturan main atau rule of the game, bukan bangunan fisiknya. Inilah yang harus kita perjuangkan. Bagaimana demokrasi kita mengalami institusionalisasi.

Yang kedua adalah kita harus ubah pola pikir kita atau mindset shifting. Kita harus memiliki kesadaran yuridis dan etis. Kita ajak kawan-kawan kita dari partai lain untuk bersama-sama memiliki kesadaran yuridis dan etis. Tidak ada gunanya penegakkan hukum dan etika kalau tidak diikuti oleh perubahan kesadaran yuridis dan etis, terutama di kalangan elit. Kita jangan mencari-cari alasan, kalau secara etis tidak benar meskipun tidak melanggar hukum, tetap harus kita hindari. Inilah yang diajarkan dalam dakwah. Meskipun secara Fiqh Ahkam dibolehkan tapi jika secara etika atau akhlaq tidak baik, maka itu harus kita tinggalkan.

Yang ketiga adalah kita perlu melembagakan koalisi. Kalau koalisi dibentuk ketika ada kepentingan atau event saja,maka tidak ada kekohan visi. Saya pernah mengusulkan ke DPTP tentang konsep ‘Konfederasi. Artinya ada koalisi permanen untuk isu-isu strategis. Sehingga terkait isu-isu strategis tersebut, kita dan mitra koalisi kita memiliki sikap yang sama. Di lain isu-isu yang strategis itu, PKS punya sikap sendiri, mitra koalisi punya sikap sendiri tidak apa-apa. Tetapi pada yang strategis harus punya sikap yang sama. Ini bisa kita rintis mulai konfederasi 2 atau 3 partai Islam dan nasionalis.

Terakhir kedepan untuk Pileg. Karena kita sistemnya proporsional terbuka, saya titip pesan kepada antum semua Bacaleg. Hindari kompetisi tidak sehat. Karena itu saya menyerukan kepada antum semua.

Pertama, Mari kita luruskan niat kita. Jabatan bukanlah kemuliaan tapi merupakan beban (taklif). Ia adalah tempat kita mengabdi kepad masyarakat. Karena tujuannya mulia maka niatnya harus dipelihara. Niatnya harus lurus terus.

Kedua, frame yang dipakai adalah fastabikhul khairat. Atau dalam bahasa manajemen nya kita menyebutnya ‘Co-opetition’ yakni perpaduan antara ‘Competition’ dan ‘Cooperation’. Ada perpaduan antara kompetisi dan kerjasama. Keduanya harus seimbang. Jaga kompetisi secara sehat dengan nuansa kebersamaan.

Ketiga, patuhi semua konvensi atau kesepakatan. Jangan pernah dilanggar, jangan buat kader bingung. Sudah ada TPP. Dan TPP sudah membuat aturan main, panduan untuk manajer-manajer dapil. Ikuti semua itu dengan sebaik-baiknya. Kalau ada yang jalan sendiri, melanggar aturan, tidak mau ikut konvensi, maka itu bukan lah karakter PKS. Kalau seperti itu, tinggalkan! Kita tahu kok mana yang perilaku PKS mana yang bukan.

Keempat, mari kita lakukan edukasi politik. Semakin masyarakat menjadi pemilih yang terdidik semakin murah biaya politik. Di negara maju, seperti Jepang, karea masyarakatnya terdidik, maka biaya politik jadi murah. Dengan begitu politisi yang dihasilkan adalah politisi yang bersih dan berkualitas.

Kelima, hindari fitnah dan black campaign. Saya di hadapan para jurnalis saat konpres tadi menyampaikan agar kampanye kita fokus pada keunggulan-keunggulan kita atau positive campaign. Kalau pun harus menyerang kepada lawan, maka yang diungkap adalah fakta dan data yang akurat atau kita menyebutnya negative campaign.  Tapi saya dengan tegas menyerukan kepada semua kader PKS agar tidak menyebarkan fitnah, tidak menyebarkan berita bohong atau black campaign. Itu tidak boleh. Kita serukan positive campaign dalam kampanye-kampanye kita. InsyAllah.

Demikian arahan dari saya semoga ini bisa menjadi pengingat dan penyemangat kita semua. Semoga Allah Swt memberikan hasil yang terbaik untuk kita semuan. Amin Ya Rabbal Alamin.

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Sumber:
http://pks.id/content/taujih-kemenangan-presiden-pks-sambut-pilkada-pemilu-dan-pilpres

No comments:

Post a Comment